PAPER ANATOMI TERAPAN
“PENYAKIT PARKINSON”
A. SEJARA
Pada tahun 1817, dalam tulisannya yang berupa buku kecil “An essay on the shaking palsy”, James Parkinson untuk pertama kalinya mendeskripsikan gejala – gejala klinik dari suatu sindrom, yang pada nantinya sindrom tersebut dinamakan sesuai dengan namanya sendiri. Pada saat itu dia berhasil mengidentifikasi 6 (enam) kasus, dimana 3 diantara kasus tersebut diperiksa sendiri olehnya, dan 3 lainnya hanya melalui observasi di kota London. James Parkinson sendiri menggunakan istilah “paralisis agitans”, yang oleh Charcot pada abad ke 19 menjulukinya sebagai “maladie de Parkinson” atau “Parkinson’s Disease” (PD). Charcot juga berhasil mengenali bentuk non-tremor dari PD dan secara benar mengemukakan bahwa kelambanan gerakan harus dibedakan dari kelemahan atau “pengurangan kekuatan otot”.
Lebih dari 100 tahun kemudian (1919), setelah deskripsi yang dikemukakan oleh Parkinson, sebelum diketahui bahwa pasien dengan PD kehilangan sel-sel di substansia nigra, dan 140 tahun (1957) sebelum dopamine diketemukan sebagai putative neurotransmitter oleh Carlsson dan koleganya di Lund, Swedia. Penemuan oleh Ehringer dan Hornykiewicz pada tahun 1960 yang menyatakan bahwa konsentrasi dopamine menurun secara tajam di striatum pasien dengan PD. Hal tersebut merintiskan jalan pada dilakukannya percobaan pertama penggunaan levodopa pada pasien dengan PD. Penggunaan levodopa tersebut kemudian mengantarkan Carlsson mendapatkan “Nobel Prize in Medicine” pada tahun 2000.
B. EPIDEMIOLOGI
Parkinson disease tersebar luas diseluruh dunia, dapat mengenai seluruh ras, baik pria maupun wanita dalam perbandingan yang hampir sama, dan kecenderungan penyakit pada pria. Prevalensi meningkat secara tajam pada kisaran usia 65 hingga 90 tahun; kurang lebih 0,3% dari seluruh populasi dan 3% manusia dengan usia diatas 65 tahun terkena Parkinson disease. 5-10% pasien PD, memiliki gejala pada usia kurang dari 40 tahun (varietas ini diklasifikasikan sebagai “young-onset Parkinson’s disease” atau PD yang terjadi pada usia muda). Insidensi terendah terdapat pada populasi Asia dan kulit hitam Afrika. Sedangkan insidensi tertinggi didapatkan pada kaum kulit putih. Kulit hitam Afrika memiliki insidensi yang lebih rendah dibandingkan kulit hitam Amerika; meskipun demikian prevalensi terdapatnya Lewy bodies dalam jaringan otak ras Nigeria, tampak sama dengan populasi ras kulit putih Amerika. Pola ini memberikan kecenderungan bahwa perkembangan Parkinson’s disease adalah global dan menyeluruh, namun faktor lingkungan memiliki peranan penting dalam menimbulkan penyakit ini.
C. ETIOLOGI dan PATOGENESIS
1. MUTASI PATOGENIK
Berbagai macam usaha telah dilakukan untuk mengungkap etiologi PD, sejak pertamakali penyakit ini ditemukan di tahun 1817. Hingga saat ini, pengaruh faktor herediter masih merupakan kontroversi. Bagaimanapun, mutasi genetik menurut hukum Mendel dalam PD menegaskan peranan genetik dalam perkembangan penyakit ini. Beberapa lokus genetik telah dapat diidentifikasi, diantaranya PARK 1, 2, 6, 7 dan 8, dan lokus genetik tersebut memiliki dasar pathogenesis penyakit.
2. DISFUNGSI MITOKONDRIA dan KERUSAKAN OXIDATIVE
Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria dan kerusakan metabolism oksidatif dalam pathogenesis Parkinson disease. Keracunan MPTP (1 methyl, 4 phenyl, 12,3,6 tetrahydropyridine) dimana MPP+ sebagai toksik metabolitnya, pestisida dan limbah industri ataupun racun lingkungan lainnya, menyebabkan inhibisi terhadap komplek I (NADH-ubiquinone oxidoreduktase) rantai electron-transport mitokrondria, dan hal tersebut memiliki peranan penting terhadap kegagalan dan kematian sel. Pada PD, terdapat penurunan sebanyak 30-40% dalam aktivitas komplek I di substansia nigra pars kompakta. Seperti halnya kelainan yang terjadi pada jaringan lain, kelainan di substansia nigra pars kompakta ini menyebabkan adanya kegagalan produksi energi, sehingga mendorong terjadinya apoptosis sel.
Dalam keadaan normal, terdapat sebuah regulasi yang ketat dalam produksi dan pembuangan beberapa oxidant yang dihasilkan dari metabolism sel neuron. Termasuk didalamnya hydrogen peroksida, superoksida, radikal peroksida, nitric oxide, dan hidroksi radikal. Molekul-molekul ini bereaksi dengan asam nukleat, protein, lemak dan molekul lainnya sehingga terjadilah perubahan struktur molekul yang mengakibatkan kerusakan sel. Beberapa fakta mengemukakan bahwa pada PD, terdapat kelebihan oksigen reaktif dan peningkatan stress oksidatif.
Adanya peningkatan zat besi yang terdeteksi pada substansia nigra asien dengan PD meyakinkan pentingnya peranan stress oksidatif dalam pathogenesis PD. Menariknya, peningkatan zat besi dan berkurangnya aktivitas komplek I tidak ditemukan dalam otak pasien dengan “Lewy body disease”, yang kemudian memberi kesan bahwa telah terjadi perubahan sekunder lainnya dalam jaringan tersebut.
Metabolime dopamine endogen ternyata juga menyebabkan peningkatan produksi racun yang mempertinggi terjadinya stress oksidatif pada pasien dengan PD. Kemungkinan ini pada akhirnya menimbulkan kecemasan tersendiri terhadap terapi dengan levodopa, yang pada akhirnya levodopa ini akan dikonversi menjadi dopamine, yang pada mekanisme lebih lanjut akan mempercepat kematian sel neuron dalam pars kompakta substansia nigra. Tentu saja, argument ini merupakan salah satu penyebab penundaan pemakaian levodopa pada pasien PD. Walaupun bukti nyata dari berbagai penelitian mengenai efek toksik levodopa masih diperdebatkan dan obsevasi klinik terhadap manusia tanpa PD, namun diberi terapi dengan levodopa, tidak menampakkan timbulnya toksisitas.
Pengembangan percobaan penyakit Parkinson melalui penggunaan MPTP terhadap makhluk primata menciptakan pandangan terbaru dalam suatu strategi terapi. Pada binatang percobaan pada akhirnya berkembang suatu sindroma Parkinson tipikal, yang ditandai dengan hilangnya sel dopaminergik di substansia nigra dan ditemukanny aktivitas spontan yang abnormal (gerakan involunter abnormal) serta respon abnormal sensorimotor dari neuron di basal ganglia. Dasar dari penelitian tersebut dihubungkan oleh adanya defisiensi dopamine yang menyebabkan peningkatan aktivitas inhibisi terhadap γ-aminobutyric acid (GABA)-penggunaannya (GABAergic) di nucleus basal ganglia, segment dalam globus pallidus, dan pars retikulata substansia nigra. Peningkatan aksi dari 2 struktur terakhir di atas setidaknya dapat dibangkitkan melalui 2 mekanisme; pengurangan inhibisi GABAergik secara langsung berasal dari striatum (nucleus caudatus dan putamen) dan eksitasi yang berlebihan melalui mekanisme tidak langsung, yang terdiri dari 2 hubungan neuron penghambat, pertama dari striatum ke segmen externa globus pallidus dan kedua berasal dari segmen nucleus subtalamicus. Nucleus subtalamicus membangkitkan segment internal globus pallidus dan pars retikulata substansia nigra melalui neurotransmitter glutamate.
D. PATOFISIOLOGI
1. Definisi
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom. 2
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin. 2
1. Hipotesis radikal bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan involunter. Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen, palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus seruleus).
Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai berikut
1. Piramidal ; kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek superfisial yang abnormal
2. Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
3. Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus
4. Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang menurun
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum diketahui pasti. Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin dan noradrenalin.
Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuronyang meliputi berbagai inti subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus, nucleus central pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada otopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi antara 50% - 85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %. Inti-inti subkortikal ini merupakan sumber utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen (berkurang sampai 90%), hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin berkurang 43% di lokus sereleus, 52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40% di nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis, serta 50% di ganglia basalis. Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik seperti met-enkephalin, leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter yang terlibat ini menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan respons terhadap stres. Sistem dopamin berperan dalam proses reward dan reinforcement. Febiger mengemukakan hipotesis bahwa abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit Parkinson akan mengurangi keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia, kehilangan motivasi dan apatis. Sedang Taylor menekankan pentingnya peranan sistem dopaminforebrain dalam fungsi-fungsi tingkah laku terhadap pengharapan dan antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan dorongan untuk berbuat, sehingga disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas, menurunnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri. Ketergantungan terhadap lingkungan dan ketidakmampuan melakukan aktivitas akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan putus asa. Sistem serotonergik berperan dalam regulasi suasana perasaan, regulasi bangun tidur, aktivitas agresi dan seksual. Disfungsi sistem ini akan menyebabkan gangguan pola tidur, kehilangan nafsu makan, berkurangnya libido, dan menurunnya kemampuan konsentrasi. Penggabungan disfungsi semua unsur yang tersebut di atas merupakan gambaran dari sindrom klasik depresi.2
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya. 4
1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal(parkinsonismus juvenilis).
2. Tanda dan Gejala
Tanda Penting Perkinsonisme adalah rigiditas, tremor (khususnya saat istirahat), akinesia atau bradikinesia, dan hilangnya refleks tubuh. Disfungsi ini bersifat kronik dan progresif tetapi dengan berbagai variasi gejala antar pasien.
Rigiditas mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama unilateral atau dapat menyebar dan bilateral. Parkinsonisme menurunkan kekuatan dan menurunkankecepatan otot, dan merupakan faktor utama dalam terjadinya deformitas akibat sindrom ini. Gejala pasif yang melibatkan ekstrimitas atau trunkus mengalami resistensi “traffylike” yang relatif stabil melalui kisaran gerakan. Parkinsonisme telah dibandingkan dengan pipa saluran yang ditekuk sehingga kadang disebut rigiditas pipa saluran. “Catches “ sering timbul selama gerakan pasif, menyebabkan karakter roda pedati atau “rachetlike”pada rigiditas yang disebut rigiditas roda pedati. Otot fleksor maupun ekstensor berkontraksi kuat(tonus meningkat), mengindikasikan adanya gangguan kontrol pada kelompok otot yang bersebrangan.
Jika rigiditas melibatkan trunkus, rigiditas itu bertanggungjawab terhadap gaya berjalan dan masalah posisi tubuh akibat Parkinson. Pasien membungkuk ketika mereka berdiri sehingga dagu maju jauh ke depan daripada ibu jarinya. Mereka berjalan sambil menyeret kakinya terburu-buru, langkah yang semakin cepat bila tersandung ke depan dan mencoba untuk cepat mengembalikan kaki mereka pada keadaan semula (festinating gait).
Tremor akibat parkinsonisme timbul pada saat istirahat dan disebut tremor istirahat. Ketika otot menegang untuk melakukan tindakan yang bertujuan, biasanya tremor akan berhenti. (sekitar sepertiga pasien mengalami tremor yang hebat bersamaan dengan tremor istirahat, namun seperti yang telah disebutkan, tremor hebat biasanya berkaitan dengan disfungsi serebelum). Tremor yang melibatkan tangan dijelaskan sebagai pill rolling dan mengakibatkan gerakan ritmis ibu jari pertama dan kedua. Tremor adalah akibat dari kontraksi bergantian yang regular (4 hingga 6 siklus per detik) pada otot yang berlawanan. Tremor sepertinya akan memburuk jika pasien lelah, di bawah tekanan emosi, atau terfokus pada tremor. Dasar tremor tidak jelas. Degenerasi ganglia basalis menyebabkan hilangknya pengaruh inhibitor dan menigkatkan timbal balik berbagai sirkuit yang berakibat dalam osilasi. Tidak semua pasien memiliki tremor yang jelas. Bila pasien secara tidak sengaja mengalami kecelakaan serebrovaskular (CVA, stroke) dan timbul hemiplegia, tremor akan hilang pada bagian yang paralisis.
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini, berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
Demensia, adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup, dan gejala lain yaitu kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)
Ada pula gejala non motorik
1. Disfungsi otonom
a) Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
b) Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
c) Pengeluaran urin yang banyak
d) Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme.
2. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
3. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
4. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
5. Gangguan sensasi,
a) kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
b) penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
c) berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),
Gambaran tambahan parkinsonisme adalah
1. Gangguan okulomotorius : Pandangan yang kabur bila melihat suatu titik akibat ketidakmampuan untuk mempertahankan kontraksi otot okular. Gejala ini seringkali tidak dapat dibedakan dari gejala awal gangguan gerak neurodegeneratif yang jarang terjadi dan secara terpisah disebut palsi supranuklear progressive (PSP).
2. Krisis okuligirik : spasme otot mata untuk berkonjugasi dengan mata yang terfiksasi(biasanya pada pandangan ke atas, selama beberapa menit hingga beberapa jam; berkaitan dengan parkinsonisme yang berasal dari eksogen, seperti penggunaan obat atau pascaensefalitis.
3. Kelelahan dan nyeri otot yang sangat pada kelelahan otot akibat rigiditas.
4. Hipotensipostural akibat efek samping pengobatan dengan campur tangan kontrol tekanan darah yang diperantarai oleh ANS.
5. Gangguan fungsi pernapasan yang berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya bersihan jalan napas.
Tabel 2 Temuan Neurologis utama pada PD
| |
Temuan Neurologis
|
Keterangan
|
Tremor istirahat*
|
Gerakan memilin pada jari tangan yang khas; tremor berkurang dengan gerakan voluntar selama tidur.
|
Bradikinesia*
|
Perlahan-lahan dalam memulai dan mempertahankan gerakan
|
Rigiditas roda pedati*
|
Gerakan dihalangi dengan “menangkap” ; resistensi relatif konstan sepanjang rentang gerakan.
|
Kelainan posisi tubuh dan cara berjalan*
|
Membungkuk, berjalan dengan kaki diseret, cara berjalan yang capat, berbalik badan secara bersamaan (en bolic).
|
Mikrografia
|
Tulisan tangan yang kecil-kecil dan secara perlahan; tremor dapat jelas terlihat ketika menggambar lingkaran yang konsentrik.
|
Wajah seperti topeng
|
Mata yang melotot, tidak berkedip, ekspresi dingin, berkedip 2 atau 3 kali/menit (kedip normal 12-20 kali/ menit)
|
Suara datar (monoton)
|
Bicara tanpa ekspresi
|
Refleks Hiperaktif glabelar
|
Sensitivitas yang berlebihan terhadap ketukan jari di atas glabela (antara alis mata) menyebabkan pasien berkedip setiap kali ketukan.
|
*Gejala kardinal atau utama pada PD6
3. Penyebab
Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut 2:
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra, pada penyakit parkinson.
2. Geografi
Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang. Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini termasuk adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan paparan terhadap faktor lingkungan.
3. Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya proses infeksi, industrialisasi ataupn gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun 1935 sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara relatif kurang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit parkinson.
4. Genetik
-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada genaPenelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.
5. Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan mitokondria
b) Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c) Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d) Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
e) Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih belum jelas benar
f) Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.
4. Mekanisme
Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif kedua terbanyak, setelah penyakit Alzheimer. Dikarakterisasi secara klinis oleh parkinsonisme (resting tremor, bradikinesia, rigiditas, dan ketakstabilan postural) dan secara patologis dengan kehilangan neuron pada substantia nigra, dan dimana saja yang berhubungan dengan adanya deposit protein ubiquinated pada sitoplasma neuron (Lewy bodies) dan inklusi pada proteinaseus seperti benang dalam neurit (Lewy neurites).
Kejadian penyakit Parkinson sekitar 0,5-1% pada orang usia 65-69 tahun, meningkat 1-3% pada orang usia 80 tahun atau lebih. Diagnosa secara klinis, meskipun gangguan lain dengan gejala menyolok dan tanda parkinsonisme, seperti postencephalitis, drug-induced, dan parkinsonisme arteriosklerotik, dapat rancu dengan penyakit Parkinson sampai diagnosa dipastikan dengan otopsi. Komponen genetik pada penyakit Parkinson telah lama dibicarakan, karena kebanyakan pasien memiliki penyakit sporadis dan penelitian awal pada orang kembar memperlihatkan persamaan rata-rata rendah dari concordance pada kembar monozigot dan dizigot. Pandangan bahwa genetik terlibat pada beberapa bentuk penyakit Parkinson telah diperkuat, bagaimanapun, dengan penelitian bahwa kembar monozigot dengan onset penyakit sebelum usia 50 tahun memiliki pembawa genetik yang sangat tinggi, lebih tinggi dari kembar dizigot dengan penyakit early-onset. Lebih jauh, tanpa memperhatikan usia onset, hal yang nyata terlihat antara kembar monozigot dapat ditingkatkan secara signifikan jika uptake dopaminergik striatial abnormal pada kembar tanpa gejala dari pasangan yang tidak harmonis, sebagai pernyataan oleh tomografi emisi positron dengan fluorodopa F18, digunakan sebagai tanda penyakit Parkinson presimtomatik.
Peningkatan risiko penyakit Parkinson juga dapat dilihat pada hubungan tingkat-pertama pasien, biasanya ketika hasil tomografi emisi positron hubungan asimtomatik diambil untuk dihitung, memenuhi bukti lebih lanjut dari adanya komponen genetik terhadap penyakit. Bagaimanapun, keuntungan nyata muncul ketika sejumlah kecil keluarga dengan early-onset, Lewy body penyakit Parkinson didomiasi oleh faktor autosomal positif teridentifikasi. Penelitian pada keluarga ini, dari Mediterania dan Jerman, mengarahkan identifikasi dari 2 mutasi missense (Ala53Thr dan Ala30Pro) pada gen penyandi α-synuclein, protein presinaps kecil yang tidak diketahui fungsinya. Meskipun mutasi pada α-synuclein terbukti jarang pada pasien penyakit Parkinson, mereka telah memenuhi petunjuk pertama bahwa protein ini dapat terlibat dalam rantai molekuler kejadian yang menyebabkan penyakit. Pentingnya α-synuclein telah ditingkatkan oleh penemuan bahwa Lewy-bodies dan Lewy neurit yang ditemukan pada penyakit Parkinson pada umumnya mengandung agregat α-synuclein. Molekul protein α-synuclein cenderung untuk menjadi oligomer in vitro; protein dengan mutasi missense Ala53Thr dan Ala30Pro tampaknya lebih cenderung seperti ini.
Analisis Immunohistochemical dari Belahan Substantia Nigra pada Pasien dengan Penyakit Parkinson Sporadis, Mengindikasikan Keterlibatan α-synuclein dalam Pembentukan Lewy Bodies dan Lewy Neurit.
Kotak A memperlihatkanLewy body diwarnai oleh antibodi terhadap ubiquitin (hijau) (x3000). Kotak B memperlihatkan Lewy body yang sama yang diwarnai oleh antibodi terhadap α-synuclein (merah) (x3000). Kotak C, menggabungkan gambar yang tampak pada kotak A dan B, memperlihatkan bahwa Lewy bodies mengandung inti sentral protein ubiquinated dan α-synuclein dikelilingi oleh lingkaran material fibrilar positif α-synuclein (x3000). Kotak D,E, dan F menunjukkan proses neuronal dari substantia nigra pasien penyakit Parkinson sporadis dimana neurit mengembang dan dilatasi dan mewarnai α-synuclein (warna hitam). Kotak skala pada kotak D, E, dan F adalah 10 μm.
Meskipun penelitian pada keluarga dengan penyakit Parkinson early-onset membuktikan bahwa α-synuclein abnormal dapat menyebabkan penyakit, hal ini masih belum jelas apakah fibril dari agregat α-synuclein, yang terlihat pada Lewy-bodies dan Lewy neurit, berperan penting sebagai penyebab pada bentuk umum penyakit Parkinson atau hanya merupakan penanda untuk proses patogenetik yang terjadi. Positif Lewy-bodies pada α-synuclein tidak hanya ditemukan pada berbagai subnuklei pada substantia nigra, locus ceruleus, dan brain-stem lain dan thalamic nuclei pada pasien penyakit Parkinson, tetapi juga pada distribusi yang lebih menyebar, termasuk korteks pada beberapa pasien penyakit Parkinson seperti pada pasien demensia jenis diffuse Lewy-bodies . α-synuclein teragregasi pada glia juga merupakan gambaran atropi berbagai sistem, menyebabkan penciptaan terhadap terminologi nosologic baru, “synucleinopathy”, untuk mengacu pada kelas penyakit neurodegeneratif yang berhubungan dengan α-synuclein teragregasi. Autosomal recessive juvenile parkinsonism adalah sindrom neurologi genetik lain yang telah memenuhi pandangan penting terhadap penyakit parkinson. Autosomal recessive juvenile parkinsonismmerupakan sindrom yang relatif jarang yang memberikan banyak gambaran parkinsonisme, termasuk ketidakresponsifan terhadap levodopa dan hilangnya nigrostriatal dan neuron lokus ceruleus, tetapi ini memiliki onset yang sangat dini (sebelum usia 40 tahun), penelitian klinis selama beberapa dekade menunjukkan tidak ada Lewy bodies dan Lewy neurit pada otopsi. Pemetaan genetik sindrom pada 6q25-27 menutun untuk identifikasi mutasi yang bertanggungjawab terhadap terhadap Autosomal recessive juvenile parkinsonism pada gen penyandi protein yang disebut parkin. Parkin diekspresikan utamanya di sistem saraf dan merupakan salah satu anggota keluarga protein yang dikenal sebagai E3 ubiquitin ligase, yang menempel pada rantai peptida ubiquitin pendek pada protein, suatu proses yang disebut ubiquination, dengan cara demikian menandai mereka untuk degradasi melalui jalur degradasi proteosomal.
Tabel 1. Mutasi gen tunggal yang mengarah pada penyakit Parkinson
| ||||
Locus/letak
|
Gen
|
Lokasi
|
Mode keturunan
|
Dimana didapat
|
PARK1
PARK2
PARK3
PARK4
PARK5
PARK6
PARK7
PARK8
|
Α-synuclein
Parkin
Tdk diketahui
Tdk diketahui
Ubiquitin C-terminal Hydrolase
Tdk diketahui
DJ-1
Tdk diketahui
|
4q21
6q25-27
2p13
4p15
4p14
1p35
1p36
12p11.2-q13.1
|
Autosomal dominan Autosomal recessive mungkin juga yang dominan Autosomal dominan Autosomal dominan Mungkin autosomal Dominan Autosomal recessive Autosomal recessive Autosomal dominan
|
Yunani, Itali, dan Jerman Ubiquitous
Jerman
United state
Jerman
Itali
Belanda
Jepang
|
Autosomal recessive juvenile parkinsonism yang dihasilkan dari hilangnya fungsi pada kedua kopi gen parkin, mengakibatkan keturunan autosomal resesif, sebagai kebalikan dari mutasi missense yang mengubah α-synuclein dan menyebabkan gangguan yang dominan diturunkan. Saat ini, bagaimanapun, spektrum penyakit yang diketahui disebabkan oleh mutasi parkin telah tersebar luas, dengan penyakit Parkinson rupanya muncul sporadis pada orang dewasa, pada dekade ke-5 dan 6 kehidupan, yang berhubungan dengan mutasi gen parkin.
Telah ada beberapa pasien dengan penyakit Parkinson sporadis klasik dengan onset pada orang dewasa yang hanya memiliki 1 alel parkin mutan, meskipun demonstrasi yang lengkap bahwa alel lain normal dan tidak mengandung mutasi tidak biasa diluar sekuens penyandian dan sekitarnya masih kurang. Tepatnya peran apa yang dimiliki oleh mutasi parkin pada mayoritas kasus penyakit Parkinson dan adanya heterozigot (dimana lebih umumpada populasi dibandingkan homozigositas terhadap 2 alel mutan) menunjukkan faktor risiko penting yang tak dapat dipungkiri. Bukti terkini menunjukkan bahwa ubiquinasi oleh parkin mungkin penting dalam pergantian normal α-synuclein.
Penemuan 1 keluarga dengan beberapa anggota mengidap penyakit Parkinson yang memiliki mutasi missense mengganggu pada gen yang menyandi neuron hidrolase ubiquitin c-terminal spesifik, yaitu gen lain yang terlibat dalam metabolisme ubiquitin. Kesimpulan yang jelas dari bagian yang berbeda dari data ini adalah agregasi protein abnormal, disfungsi ubiquitin yang memediasi mesin degradasi, atau keduanya mungkin merupakan langkah penting dalam patogenesis penyakit Parkinson. Demikian juga pada gen α-synuclein, parkin, dan ubiquitin C-hydrolase, setidaknya lima tempat-tempat (lokus) lain sedang diusulkan untuk autosomal dominan dan autosomal resesif pada penyakit Parkinson (tabel 1). Analisis genetik secara umum, bentuk sporadis penyakit Parkinson menunjukkan bahwa ada suatu komponen yang dapat diturunkan dalam bentuk yang tidak jelas diturunkan sebagai autosomal dengan sifat dominan atau resesif. Sebagai contoh, alel tertentu pada suatu polimorfis kompleks pengulangan DNA yang terletak sekitar 10 kilobase yang selalu digunakan bersama-sama ke hulu oleh gen α-synuclein menunjukkan hubungan dengan penyakit Parkinson sporadis dalam beberapa populasi, tetapi tidak pada yang lain. Identifikasi positif gen pada lokus/letak tersebut seperti membuktikan gen tambahan dan protein yang dapat dipelajari perannya dalam patogenesis suatu penyakit. Karena mutasi α-synuclein yang amat sangat jarang didapat, tes genetik pada mutasi ini seharusnya hanya dilakukan pada penelitian yang mendasar saat sejarah keluarga yang kuat autosomal dominan penyakit Parkinson ditemui. Mutasi parkin yang homozigot diperoleh pada hampir setengah dari pasien yang menunjukkan penyakit Parkinson pada anak-anak dan masa remaja dan mungkin 5% orang dewasa muda dengan penyakit Parkinson. Ada kejadian kecil yang mendukung suatu peran mutasi dalam gen parkin pada jenis penyakit Parkinson late-onset, dan bahkan pengujian α-synuclein ataupun gen parkin yang saat ini dilakukan dalam pelayanan klinis rutin.
E. Diagnosis
Kriteria Diagnostik oleh UK Parkinson’s Disease Society Brain Bank
v Step 1
Bradikinesia
Setidaknya 1 dari criteria di bawah ini :
Rigiditas
Resting tremor 4-6 Hz
Instabilitas postural yang tidak disebabkan oleh gangguan primer visual, vestibular, cerebellar ataupun gangguan proprioseptif
v Step 2
Singkirkan penyebab lain Parkinsonism
v Step 3
Setidaknya tiga dari faktor pendukung di bawah ini :
Onset unilateral
Resting tremor
Kerusakan progresif
Asimetris primer persisten sejak onset
Respon sempurna (70-100%) dengan levodopa
Chorea (diskinesia) berat diakibatkan penggunaan levodopa
Respons terhadap levodopa dalam 5 tahun atau lebih
Terdapat gejala klinis selama 10 tahun atau lebih
Kriteria Diagnostik Berdasar National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS)
v Group A (Gejala khas penyakit Parkinson)
Resting tremor
Bradikinesia
Rigiditas
Onset asimetris
v Group B (Kriteria diagnosis alternative)
Manifestasi klinis yang tidak biasa di awal penyakit
Instabilitas postural dalam 3 tahun pertama setelah timbulnya gejala
Freezing fenomena dalam 3 tahun pertama
Halusinasi yang tidak terkait dengan pengobatan dalam 3 tahun pertama
Demensia yang mendahului gejala motorik atau terdapat pada tahun pertama
Supranuclear gaze palsy
Disautomonia simptomatik yang tidak terkait medikasi
Adanya kondisi yang dapat menimbulkan gejala parkinsonism (lesi otak fokal atau penggunaan obat-obatab neuroleptika dalam 6 bulan terakhir)
Kriteria definitive penyakit Parkinson
Seluruh kriteria yang menunjang Parkinson telah dijumpai
Konfirmasi histopatologi saat dilakukannya otopsi
Kriteria “probable” penyakit Parkinson
Ditemukan setidaknya 3 dari 4 kriteria grup A
Tidak terdapat salah satu criteria dalam grup B
Respons terhadap levodopa ataupun dopamine agonis yang lamban
Kriteria “possible” penyakit Parkinson
Setidaknya 2 dari 4 kriteria grup A dijumpai
Tidak terdapat salah satu criteria dalam grup B
Respons terhadap levodopa ataupun dopamine agonis yang sangat lamban
Intervensi pasien :
1. Tes orientasi
- Pasien di suruh untuk membaca, saat di perintahkan maka pasien akan sulit untuk memulai, tetapi setelah membaca maka pasien akan sulit di hentikan
- Pasien di suruh untuk memakai sisir, dan mengambil dompet dari kantong belakang dari celana.
- Pasien di perintahkan untuk berjongkok-berdiri
2. Tes motorik
- Reaksi ADL
- Reaksi keseimbangan
- Rekasi transfer
- Reaksi asosiasi
- Gerakan asosiasi
- Tes kekuatan otot
3. Tes sensorik
- Tes rasa sakit
- Tes rasa posisi
- Tes arah gerakan
- Tes rasa gerakan
- Tes gerak
- Grove tes
- Tes rasa beda titik
- Tes rasa vibrasi
4. Tes tonus
- Tes gerak posis
- tes palpasi
5. Tes refleks
- KPR
- APR
- Biceps refleks
- Triceps refleks
- Brachio radialis refleks
6. Tes koordinasi
- Heel to knee
- Finger to noice
- Finger to eye’s
7. Tes kognitif
8. Tes psikis
9. Tes spesifik dan orthopaedic lainnya
- Tes respirasi
- Rom tes
- Tes kontraktur
- Joint play movement
- Tes lingkar otot
- Tes pengenalan tekstur
- Tes tremor
- Tes ambulasi
Komentar
Posting Komentar